Monday, October 02, 2006

Permata GBKP Dan Tantangan Masa Depan

Menyongsong Mupel Tahun 2006 dan HUT Permata ke 58
(Gbr: SD Masehi, Kabanjahe. Photo: Henndy Ginting)

Menurut catatan Moderamen menunjukkan bahwa saat ini jumlah runggun dan perpulungen GBKP yang mengadakan perminggun setiap minggu telah lebih dari 700 tempat, dengan kata lain sudah lebih dari 700 gereja GBKP secara keseluruhan dengan jumlah jemaat sekitar 300 ribu jiwa. Suatu jumlah yang tidak sedikit untuk dilayani. Mengutip pendapat Prof. Payung Bangun, bahwa GBKP merupakan lembaga paling besar yang ada di tengah-tengah masyarakat Karo. Ini merupakan bukti bahwa kuasa roh kudus tetap bekerja di gereja kita.

Namun demikian jumlah tenaga pelayan jauh tidak sebanding dengan jumlah jemaat yang ada. Menurut data tahun 2001 jumlah pendeta, guru agama, dan guru evangelis hanya sejumlah 239 orang, (mungkin di tahun ini belum juga menyentuh angka 300 orang). Artinya apa? Ratio pelayan dan yang akan dilayani sangat timpang. Lebih jauh lagi, bahwa lebih dari separuh gereja kita belum memiliki seorang pendeta/pelayan tetap (PKPW). Untuk mengisi kekosongan itu, pertua dan diaken dipilih dari kalangan awam yang jumlahnya sekitar 5000-an. Awam saya artikan sebagai orang yang bukan berlatar-belakang teologis. Disadari atau tidak, jabatan pertua dan diaken bahkan sering dipahami menjadi ajang perebutan kekuasaan. Sehingga kondisi ini membuat pelayanan di gereja kita di beberapa tempat kurang terasa gress. Sehingga wajar muncul pandangan sementara orang bahwa di GBKP kurang ada roh kudus. Padahal yang benar sesungguhnya adalah kurang tenaga pelayan. Dan tentu, tenaga pelayan erat kaitannya dengan kemandirian keuangan serta kualitas SDM-nya sendiri.


Pelayanan Permata


Selama ini pelayanan Permata belumlah maksimal. Contoh klasik yang sering terjadi, yaitu pengurus banyak yang kurang aktif. Bahkan ada yang hanya kelihatan di saat pelantikan saja. Hal ini juga merembet kepada anggota yang apatis terhadap berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh Permata. Sehingga tidak heran ada komentar miring yang mengatakan, Gelah pengurusna e pe la man urusen, enggo me hebat e!, katanya. Padahal sebagai pengurus seharusnya mampu menjadi lokomotif untuk menggerakkan anggotanya supaya turut ambil bagian dalam tugas pelayan di peken anggur Tuhan. Dan, tentu hal itu membutuhkan kemampuan leadership yang memadai, disamping itu perlu menyadari bahwa tugas pelayanan sangat penting bukan sekedar bagi orang lain tetapi juga penting bagi dirinya sendiri dalam proses pembentukan karakternya.

Namun sayang, tidak semua calon peminpin dapat melihat hal tersebut. Bahkan mungkin dirasakan pelayanan itu sebagai beban. Yang kemudian ada Permata yang aktif dan ada yang tidak aktif. Pada akhirnya, pelayanan Permata sering mandeg, loyo, melempem atau paling tidak seperti ungkapan orang Karo, bagi ranting gara, apai ranting e si garana si e lalap isurukken. Artinya, siapa yang aktif dia terus yang diberi tugas. Sudah saat setiap insan Permata turut ambil bagian dalam tugas pelayanan ini, sebab tugas itu adalah kewajiban kita bersama.

Tantangan
Selain tantangan yang kita lihat dari dalam organisasi Permata itu sendiri, berbagai tantangan dari luar Permata juga tidak kalah banyaknya. Apalagi di jaman sekarang ini, bermacam-macam hambatan yang senantiasa menghadang kita. Lingkungan eksternal yang sangat memberi dampak bagi kehidupan Permata misalnya : tekanan ekonomi, gejolak politik, kemajuan teknologi, perubahan sosial yang semakin cepat, persaingan global dan seterusnya.

Permata sebagai organisasi harus mampu mengelola tantangan itu, terutama terhadap perkembangan jaman sebagai dampak kemajuan teknologi dan arus informasi yang semakin deras. Untuk itu, supaya tetap survive organisasi Permata harus tetap terus belajar, sehingga kemudian dapat menjadi learning organization dan dapat beradaptasi dengan lingkungan perubahan.

Dalam konteks persaingan global dimana persaingan yang makin ketat, gereja harus mampu melihat bahwa saingan itu bukan saja berasal dari dalam gereja tetapi juga dari luar gereja yang senantiasa siap 'mencuri' hati jemaat, seperti arus yang semakin materialis dan hedonis di tengah-tengah masyarakat. Dalam konteks persaingan global, para ahli memberikan resep yang mungkin bisa kita adopsi dan kita terapkan dengan melahap formula 3C, yang meliputi :

1. Competency, yaitu kemampuan atau keahlian / kecakapan dalam suatu bidang tertentu yang harus kita miliki.
2. Competition, keahlian tersebut harus mampu berkompetisi dengan orang lain.
3. Countinious, dapat melakukan keterampilan tadi secara terus-menerus.

Untuk itu, Permata ataupun (pelayan) gereja dituntut supaya dapat meng-up grade kemampuannya setiap saat dalam pelayanannya.

Harapan

Tidak dapat dipungkiri, Permata (Persadaan Man Anak Gerejanta) merupakan mata rantai bagi kelangsungan gereja kita di tengah-tengah masyarakat Karo. Supaya tidak ada generasi yang hilang, maka sebagai Permata perlu dibekali pengetahuan yang cukup guna dapat memberi warna dalam perkembangan GBKP di masa yang akan datang. Tantangan itu ada pada Permata sekalian. Bila respon kita apatis, sudah barang tentu dapat dibayangkan bagaimana kelak keberadaan gereja kita. Namun kita percaya, melalui Mupel kali ini dapat mendorong Permata ke arah yang lebih maju. Serta diharapkan, pemuda gereja bisa menjadi agen perubahan (agent of change), dan tentu bukan menjadi korban dari perubahan jaman itu sendiri. Atau paling tidak, Permata dapat mengikuti perkembangan jaman menurut ajaran yang kita pahami. Bujur ras mejuah-juah kita kerina.