Friday, February 03, 2012

Ini Pesta Bung!

Oleh Martin L Peranginangin *)

Pemilihan umum, hingga saat ini masih dianggap proses yang terbaik untuk mengisi kepeminpinan suatu negara dan kelengkapan perangkat legeslatifnya, terutama di negara-negara demokrasi termasuk di Indonesia . Belum ada metode yang dianggap lebih ideal untuk bisa memberikan jalan keluar dalam kebuntuan perwakilan antara wakil dan rakyat semenjak domokrasi dikenal dalam ilmu ketata-negaraan.

Pola kepeminpinan mengerucut seperti piramida, peminpin berada di atas dan rakyat berada di garis bawah. Ini dalam pengertian bahwa jumlah peminpin lebih sedikit jumlahnya. Jelas, posisinya tak mungkin dibuat menjadi piramida terbalik, meskipun napas dari demokrasi itu mengandung makna kepemininan dari rakyat. Rakyat memberikan hak pilihnya di bilik suara guna menentukan siapa yang akan menduduki pos-pos yang telah disiapkan.

Kemudian, sering terjadi ironi karena konstituen merasa tidak merasa terwakili oleh orang-orang yang dipilihnya, sehingga angka golput cenderung naik. Walau seperti yang dilansir survey (Todays Dialog Metro TV) angka golput terjadi lebih banyak karena alasan administrative, karena tidak terdaftar misalnya, ketimbang alasan politis ataupun idiologis. Sikap apatis dari masyarakat memang disinyalir akibat ulah beberapa orang yang memperkeruh citra parlemen. Hanya saja persoalan itu tidak terhenti sampai di situ. Sebab para peminpin dan wakil rakyat itu dipilih langsung oleh rakyat, maka segala tindak tanduk mereka adalah representasi dari wajah masyarakat kita. Kita menuntut akan kualitas yang lebih baik juga seharusnya diimbangi dengan niat dan komitmen yang baik pula. Politikus buruk hanya mungkin terpilih karena ada masyarakat yang memilih mereka.

Disisi lain dilema yang dihadapi kandidat (caleg) juga yang tak kalah besar yakni high cost politics menghantui sistem politik di negeri kita. Bayangkan, untuk menjadi peserta caleg, bupati, gubernur, maupun pilpres, jutaan bahkan milyaran dana harus dipertaruhkan. Dan itu pun belum tentu bisa meraih kursi. Ini semacam gambling yang mengerikan. Dan kemudian dapat dibayangkan soal keluhan masyarakat akan harapan mereka terhadap wakilnya jauh panggang dari api. Setelah mereka duduk langsung menghilang dari peredaran. Seperti ungkapan pepatah Karo, bagi ngayak-ngayak batu megulang. Bicara ayaki pe erdauhna! Karena mereka telah letih dan berbeban berat dengan bermacam pengeluaran di awal kampanye, bagaimana pula mereka mampu memenuhi semua tuntutan konstituen terutama dalam bentuk sumbangan materi. Bukan saya mengamini hal ini, tapi kondisi tersebut realitas yang jamak terjadi.

Terlepas dari soal materi tadi. Sejatinya fungsi dari peminpin dan wakil rakyat adalah menentukan kebijakan yang mengikat semua warga. Oleh karena itu, cukup disayangkan bila untuk memilih orang yang akan mengatur dan membuat kebijakan dalam bernegara masih ada sementara kita yang acuh. Itu sangat penting karena bisa memberikan kebebasan atau malah belenggu bagi warga. Segala keputusan di tentukan di tingkat legeslatif dan yudikatif. Meski golput juga dikategorikan tindakan politik, namun hal yang cukup realistis menurut saya, yakni membangun hubungan strategis dengan para kandidat atau partai. Itu jauh lebih berharga daripada sekedar golput. Toh, mau tidak mau, suka tidak suka sekalipun banyak yang golput peminpin dan wakil rakyat pasti akan terpilih.

Pesta Demokrasi
Setiap kita pasti pernah menghadiri sebuah pesta. Disana hadir bergam orang dengan beragam kepentingan. Penyelenggara pesta, keluarga, kerabat dekat, sampai tukang parkir hingga penjaja cendol juga ada di sana . Singkatnya, bila ada pesta tentu ada keramaian, kemeriahan umbul-umbul dan bermacam pernak-pernik dan lainnya. Dan pasti, setelah pesta usai akan menyisakan sampah. Karena itu tidak perlu alergi dengan sampah sebab sekarang lagi musim pesta, pemilu. Sampah akan banyak di mana-mana, di media-media, ruang terbuka, hingga di dunia maya.

Layaknya seperti menghadiri sebuah pesta, diperlukan suatu persiapan. sebelum melenggang ke TPS ada beberapa tips yang mungkin bisa dipertimbangkan setiap pemilih yang akan memberikan hak suaranya. Pertama, pastikan kan didat (caleg) yang akan dipilih sebelum berangkat ke TPS jumlahnya 4 orang masing-masing satu calon DPD, DPR RI , DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Sebab akan membutuhkan waktu lama bila akan menentukan pilihan di TPS. Oleh karena itu, ada masa kampanye yang dapat memberikan pertimbangan dalam penentuan pilihan. Kedua, bila memiliki banyak kesempatan bisa mengetahui lebih banyak tentang riwayat para caleg mungkin lewat situs pencari di internet. Misalkan Mr. X calon DPR RI dari Sumut I, masukkan namannya ke situs pencari seperti Google kemudian klik. Mengenali lebih jauh para kandidat secara rasional akan memberikan pilihan lebih baik daripada hanya mengetahui nama dan mengenal photo caleg tanpa mengetahui latar belakangnya. Ketiga, pastikan pilihan dicontreng dengan benar. Cukup sekali dikolom nama atau nomer caleg yang hendak dipilih. Keempat, bila memiliki waktu sebaiknya ikut mengawasi jalannya perhitungan terhadap suara yang diberikan. Bila terjadi kecurangan bisa melaporkan ke panwaslu atau petugas.

Pemilihan umum merupakan pesta demokrasi. Ini adalah sebuah pesta terbesar di republik ini yang melibatkan jutaan jiwa. Persiapan panjang sudah dilalui sejak akhir Oktober tahun lalu dan kini mendekati hari H. Politisi, pakar politik, mahasiswa hingga yang buta huruf banyak berwacana tentang pemilu. Secara garis besar ada tiga golongan yang terlibat langsung dengan pemilu, yakni pemerintah cq Komisi Pemilihan Umum sebagai pelaksana, para kandidat (caleg) dan pemilih. Lebih jauh lagi, banyak pihak yang memiliki kepentingan dengan terlaksananya pemilu. Investor berharap pemilu berjalan dengan lancar, tim sukses dan lembaga survey semakin jeli melihat peluang, wartawan bisa sampai lembur meliput berita, akademisi dan lembaga independen ikut mengamati, sampai tukang sablon berharap order semakin banyak. Bagaimana dengan anda, mau ikut ke pesta? Ini pesta Bung!

* Tulisan lawas jelang Pemilu 2009