Tuesday, November 28, 2006

Gereja dan Teknologi Informasi


Kita mungkin sudah biasa mendengar adigium knowledge is power. Namun tahun-tahun belakangan ini istilah tersebut mungkin akan diganti menjadi information is power. Dewasa ini kita begitu dibanjiri bermacam-macam informasi baik tv, koran, majalah, buletin sampai ke situs-situs di internet. Ibarat air bah menyeruap di keseharian kita. Jumlah media baik elektronik maupun cetak berkembang dengan pesat. Sebuah tulisan di Kompas (9/9/06) yang lalu menyebutkan bahwa setiap hari sekitar 1000 situs web muncul di internet. Digitalisasi informasi kini kian marak dan deras menderu mempengaruhi sosial budaya kita, dimana masyarakat kini menganggap penting informasi dalam kehidupannya.

Mobilisasi informasi kemudian mendorong percepatan dalam berbagai aspek kehidupan kita. Dulu Charles Darwin berteori survival of the fittest. Maksudnya, mahluk yang bertahan hidup adalah mahluk yang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Ia mengambil contoh dinosaurus yang besar dan buas namun akhirnya punah karena tidak dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungannya. Sedangkan di abad informasi ini para praktisi bisnis menegaskan tesis baru survival of the fastest. Artinya orang yang cepatlah yang akan bertahan hidup. Cepat dalam artian cakap, cekatan dan memiliki kopetensi dalam bidangnya. Demikian halnya dalam perkembangan organisasi, baik itu profit oriented maupun yang nirlaba seperti gereja misalnya, dituntut supaya sigap dalam mengantisipasi perubahan lingkungannya. Sejauh manakah gereja kita telah bersiap-siap menghadapi setiap perubahan?

Informasi begitu penting. Sebagian orang bahkan telah memandang informasi sebagai komoditi yang dapat diperjual-belikan. Karena informasi adalah bahan baku untuk menghasilkan keputusan. Dalam bahasa Inggris ada istilah garbage in garbage out. Bila kita menerima informasi yang salah maka hasilnya juga buruk. Sehingga kita dituntut harus cermat dalam memilah-milah informasi yang akan kita konsumsi. Teknologi hanyalah sebuah sarana untuk mempermudah akan akses informasi, sementara out put yang dihasilkan sangat tergantung kepada pemakai teknologi itu sendiri, apakah baik atau buruk.

Menurut sebuah survey lembaga internasional menyebutkan bahwa penemuan yang paling spektakuler di abad XX adalah mobile phone dan e-mail. Kedua temuan inilah yang memberi andil yang signifikan bagi kemajuan komunikasi era informasi ini. Teknologi informasi telah mendorong kita memasuki tahapan yang kita kenal sebagai globalisasi. Sudah hampir tidak ada batasan jarak. Dalam waktu yang singkat jutaan giga bites informasi bisa tersebar ke berbagai penjuru dunia. Hanya 'bau' yang tidak bias dikirim gurau para netter.

Kasus flu burung di Kubu Simbelang, Tanah Karo dengan cepat menjadi komsumsi internasional. Dampaknya amat serius. Harga komoditas peternakan dan pertanian serta pariwisata dari daerah ini anjlok. Perekonomian masyarakat pun jadi merosot. Sayangnya masyarakat kita masih cendrung reaktif dalam menghadapi masalah, daripada antipatif. Sampai-sampai ada yang berani minum darah ayam.

Bila saja kita sudah memiliki kekuatan untuk meng-counter berita-berita negatif tersebut secara nasional dan internasional tentunya keadaan masih bisa lebih kondusif. Namun prasarana kita masih minim. Sementara kita masih beranggapan bahwa penyerapan teknologi di masyarakat kita masih belum merata ('rendah') sehingga penerapan teknologi informasi bagi masyarakat belum saatnya dilakukan. Tapi, pendapat saya, kita tidak bias menunggu sampai semua well informated dulu. Justru perlu didorong supaya lebih cepat bebas dari gatek alias gagap teknologi.

Di dalam urusan gereja misalnya, sosialisasi Tata Gereja yang baru bisa dibuat di situs web dilengkapi dengan sarana tanya-jawab. Sehingga tidak perlu banyak pejabat dari moderamen harus door to door menjelaskannya ke runggun-runggun. Disamping hemat waktu juga hemat biaya. Gereja kita hingga saat ini memang telah ada yang melakukan hal ini sekalipun belumlah maksimal.

Di dunia internet setidaknya ada tiga hal yang patut kita ketahui, yaitu :

Situs web, sudah banyak sekali institusi maupun perorangan yang mengelola web site yang bernuansa kristiani. GBKP sendiri hingga saat ini sudah ada beberapa situs, antara lain :

- www.gbkp.or.id
- www.permatagbkp.com
- www.gbkpjakartapusat.org
- www.markonia.blogspot.com

Di kemudian hari tentu kita berharap semakin banyak sumber informasi tentang gereja kita bisa kita akses disamping sebagai sarana komunikasi dan sumber informasi. Misalnya ada situs Mamre, Moria dst.

Mailing List (Milis), merupakan ruang diskusi di internet bagi para anggotanya yang berasal dari berbagai tempat di dunia. Saat ini sudah ada dua milis yang hidup (anggotanya sekitar 300-an e-mail), yakni :

- gbkp@yahoogroups.com dan
- permata-gbkp@yahoogroups.com

Untuk menjadi anggota cukup mengirim e-mail ke :
subscribe-gbkp@yahoogroups.com tanpa memuat berita apapun.
Search engine (mesin pencari), bermanfaat untuk mencari berita yang kita butuhkan. Karena internet ibarat lautan informasi tersedia berbagai macam berita. Situs yang umum dipergunakan adalah www.google.com. Sesudah masuk kedalam web tersebut, ketik kata kunci dari informasi yang ingin kita cari. Misalnya, kita ketik Kubu Simbelang maka semua informasi yang berhubungan dengan kata tersebut muncul.

Demikian pentingnya informasi sehingga kita pun sebagai warga gereja sekaligus warga dunia perlu untuk mengetahuinya, setidak-tidaknya bisa menggunakannya.

2 comments:

Anonymous said...

Mejuah-juah man kita kerina, khususnya untuk Martin.

Ada beberapa faktor yang membuat internet masih agak lambat penyebarannya di masyarakat kita. Faktor utama yg menghambat adalah akses yang masih relatif sulit dan (mungkin) mahal. Tapi tidak apa-apa, kita doakan terus dalam tahun-tahun mendatang semakin banyak yang akses.

Salam,
Edi Tarigan (aka Mosokul)

GSJA Kemuliaan said...

Edi Tarigan (aka Mosokul):
Faktor utama yg menghambat adalah akses yang masih relatif sulit dan (mungkin) mahal.
________________________
Itu di tahun 2006.
Tapi sekarang, dengan program dan target pemerintah akhir 2009 semua desa terpencil sekalipun harus sudah bisa akses internet.
Kami sudah merasakan berkat pelayanan internet. Orangluar negeri belum tentu kita bisa datangin tapi dengan pelayanan ini kita bisa masuk ke rumah mereka sendiri, menginjil tentunya!
Lakukan pelayanan Internet sekarang!!!