Friday, June 09, 2006

Karat Biang [Satu Pujian Untuk Jusuf Sitepu]

Semasa masih remaja dulu, aku sangat gandrung dengan lagu-lagu Jusuf Sitepu. Dia adalah idolaku. Lebih dari siapa pun! Maklumlah, ruang lingkup pemetehku masih sebatas anak kuta-kuta denga. Tahun 80-an ia pernah manggung di kampung dan aku kira itulah peristiwa paling hot di seluruh dunia. Mungkin kalau sekarang ukuran beritanya sama dengan headline news di situs CNN. Sama seperti melambungnya harga minyak dunia. Mendengar garukan melody lagunya, uhh, aku berliuk-liuk berlagak laksana seorang maestro dunia mengikuti irama musiknya. Seperti misalnya, katakanlah Yngwie atawa Ian Antono. Karena penasaran pingin bisa bermain gitar seperti dia, masih SMP aku sudah punya gitar mahogani dari Peceren yang aku beli dari hasil 'korupsi' di BUMN (badan usaha milik natua-tuai). Kede Bapa maksuku! He...he..

Semua album kaset yang ada Jusuf-nya tidak mungkin aku lewatkan. Pasti kukoleksi. Setidak-tidaknya kalau gak ada di pasaran, aku pinjam punya teman lalu aku bajak sendiri tanpa takut-takut melanggar HAKI. Mulai dari Nangka Nguda sampai Nangka Tua semua ada. Bila dia buat lagu yang judulnya Nangka Macik sekali pun, pasti aku beli. Entah mengapa aku sungguh menyukai lagu-lagunya, aku sendiri pun tidak pernah mau repot memikirkannya. Yang penting aku suka dia apa adanya. The way he is! Usia tua tapi jiwa tetap muda. Penampilan cool. Tapi aku tau, aku bukan sendirian memujanya. Mulai dari preman, permotor, perpajak pagi sampai bapa-bapa per kede kopi banyak yang suka.

Lagu-lagu JS umumnya cukup sederhana. Tema-tema lagunya juga tidak pernah jauh dari persoalen ate ngena ataupun perkara antara suami dan istri atau orang tua dengan anak yang dicomot dari pengalaman hidup sehari-hari. Mudah dicerna tapi tidak cengeng, begitulah kira-kira. Mungkin lagi B.A.B. pun (maaf kurang sopan kalau dipanjangi) dia bisa ciptakan satu syair lagu. Tapi kesederhanaan itu pula yang menjadi kehebatannya. Konon katanya, orang hebat itu cuma ada dua jenis. Pertama, orang bisa membuat yang sulit menjadi simple. Contohnya Einstein dengan rumus relativitasnya. Sedangkan yang kedua adalah orang yang bisa membuat yang sederhana menjadi suatu yang luar biasa. Nah, JS tergolong ke dalam kategori yang kedua ini.

Album lagunya kebanyakan adalah ciptaannya sendiri. Ini tidak heran sebab ia sendiri pernah belajar nyeni di Jogya, makanya ada lagunya berjudul Kristina mungkin pengalaman waktu disana. Berikut petikan lagunya :

Sangana berngi nake i Jogjakarta
Kuinget lalap seh kal jilena bage
Oh Kristina.. Ohhh.. Kristina
Beru Jawa-ngku


Pengalaman asmara yang lain ditulis dalam lagu Erturang yang berakhir dramatis. Ini pengalamannya dengan beru Karo bukan beru Jawa. Kisahnya terjadi di kapal laut sewaktu pulang dari tanah perantauan. Kapal merupakan alat transportasi yang sangat maju dijamannya dulu masih anak perana pangke. Dan tentu masih sangat jarang ada singuda-nguda seangkatannya merantau. Nah disana dikisahkan ia bertemu dengan seorang gadis. Namun apa daya. Singenan tapi jumpa turang. Jumpa sumbang. Ini petikannya.

Kuinget Turang tangtang kita jumpa
Sangana mulih ku Sumatra
Kapal penumpang jadi saksi
Sangana kita erjanji
Turikendu kerna tendu ngena
Tapi Turang la banci jumpa
Tapi uga nge sibahan Turang
Kena lalap bas pusuhku
Mbera-mbera kita lanai jumpa
Kita (er) turang jumpa sumbang

(alamaaak mati aku! hehe..)

Selain banyak bernyanyi solo, ia terkenal dengan duet sejoli dengan Ulina Br Ginting. Ini mungkin sedikit mengadopsi dari musik-musik Melayu Deli yang tampil duet dan berbalas berpantun. Mendengarkan mereka bernyanyi bergantian bisa pun aku lupa mandi. Enak. Saling menunjukkan cungik pasangannya tapi kemudian ujungnya seiya-sekata. Misalnya Nangka Nguda, Ole-ole dst. Berikut petikannya :

Kugule nangka nguda
Kubaba ku Delitua
Labo man kadengku bagi kena janda muda
Adi kudat denga nguda remaja

(e...ini macam Bulang!)

Selain masalah asmara, ia juga menuliskan pengalamannya disisi yang lain seperti : Preman. Yang ia lukiskan pergumulan hidup sebagai seorang prij man (orang bebas), begini lagunya :

Lanai bo lit sirate keleng
Lanai bo lit sirate mekuah
Mama ras Mami lanai aku Kelana
Bibi Bengkila lanai aku Permenna

Bage gia nggo kugengken
Bage gia nggo kutahanken
Tukang sorong ras tukang bongkar
Enda permotor ras preman

E nari ngenca temanku arih pertibi enda

(andiko...sedih-medih sekali)

Berikutnya, yang tergolong kisah hidup yang cukup memilukan adalah peristiwa Sirang la Erbeteh. Intro-nya saja sudah membawa pendengar ke suasana hati yang gundah. Kemudian erbelas pula dia dalam bahasa yang sungguh menyentuh kalbu.

Ula kam pagi ter-nande-nande anakku
Lampas mbelin lampas gedang

(no comment any more, nggo ngandung mbelin)

Mari kita lihat lagu yang lainnya. Lagu tentang elegi JS sebenarnya jumlahnya cuma sedikit. Selebihnya kebanyakan yang menghibur hati, bahkan ada yang nyeleneh. Sekalipun ia bukan sealiran dengan grup musik AC/DC (Anti Christ Devil Child) ia tergolong berani dengan judul lagunya Legi Aku Begu. Yang lebih nyeleh lagi, yaitu : seperti judul tulisan ini Karat Biang. Nah, bagaimana Karat Biang bisa menjadi sebuah lagu, ceria yang enak didengar. Disanalah letak kelebihannya. Ini petikan lagunya :

Kudahi ku rumah merawa nandena
Kusungkun ia merawa bibina
Kubaba nangkih merawa turangna
Kucuba kiam ayak-ayak biangna
(nah lho)

Tidak ada yang istimewa dari diksi kata-katanya. Semuanya sederhana dari pengalaman orang-orang jamak. Tapi karena dipadu dengan musik sedemikian rupa lagunya menjadi enak didengar. Karena itu saya berani bilang JS itu orangnya hebat. Yah, mungkin ada orang menilai orang lain berdasakan musik apa yang dia dengar. Burung sejenis terbang bersama, kata Dale Carnigie. Adi perik temanna kabang pasti perik kange. Klas bawah temanna pe klas bawah. Musikna pe klas bawah. Nina ka. Tapi soal musik folosofi saya tidak pernah memikirkan soal kelas, tapi soal rasa. Soal rasa sulit diungkapkan dengan kata. Cubaken min dengkehken lagu Haranggaol. Lagu terakhir.

La kin ingetndu ari Turang
Sangana kita i Haranggaol
Tunduh aku bas ampundu e
Sapu-sapundu kudukku e

Kenca medak aku, sengget aku
nggo salonndu bukku e, O Turang
Gedangsa bukndue Mama Nangin
Bage me nindu agingku

La kin ingetndu ari Turang
Sanga kita ku Uruk Daholi
Putus bensin kereta e
Iah sorong Ma Nangin Nindu

Tawa kal kena ngidahsa
Nggo curucur panasku e O, Turang
Bali Buena ras panasndu
Sanga nalangi pintunna e

La kin ingetndu ari Turang
Sanga kita i Bukit Lawang
Berkat Padang Bulan nari
Ngikuti pasar singgedang e

Kuinget pe kerina
getemkal pusuh kubaba O, Turang
La sahun arihta e Nande Karo
DDS jantungku e
(dirubah dikit he.. he..)

(DDS = debet-debet sedak, bukan nama bupati kita ... )


* Dedicated to The Great Artist of Karonese Jusuf Sitepu

3 comments:

Julianus P Limbeng said...

Mjh2,
Artikelndu enda sibahan jadi Obituari sekaligus sini kutulis kerna Jusuf Sitepu untuk edisi Sormidta sekalenda.

Bujur.

JL

Ujung Bawang Simalem said...

suatu tulisan yg bagus, bisa jd sumber sejarah yg tertulis, goodjob
thx

Ujung Bawang Simalem said...

tulisan yg bagus, mudah2an blog ini bs menjadi sumber buat tulisan lain...
bujur-mjj