Friday, February 10, 2006

Kecerdasan Financial

Kata 'ecerdasan' sangat populer berkaitan dengan buku karangan Prof. Daniel Goleman guru besar psikologi Harvard University dengan judul Emotinal Intellegence (kederdasan emosi). Ia mengatakan bahwa kecerdasan emosi lebih berpengaruh menjadikan seseorang sukses dalam pekerjaan atau organisasi dibandingkan standard lama yakni Intellegece Quotient (IQ) atau kecerdasan otak. Bukan berarti IQ menjadi kurang berarti, namun peran EI lebih berpengaruh! Seseorang yang pintar tetapi sulit mengelola emosinya pasti sulit dalam bekerjasama dengan orang lain, sehingga sulit mengembangkan karirnya dimana saja. Terlebih di era informasi dewasa ini, setiap orang semakin tinggi tingkat mobilitas dan komunikasinya. Seseorang bisa saja melakukan komunikasi dengan ratusan bahkan dengan ribuan orang setiap hari baik secara langsung, maupun dengan alat telekomunikasi seperti telepon, HP, fax, e-mail, atau dengan alat komunikasi lainnya.


Setelah Kecerdasan Emosi, muncul Kecerdasan Spiritual dan juga Kederdasan Financial dan seterusnya. Yang terakhir banyak dibahas oleh Robert T. Kiyosaky pakar investasi yang menulis buku antara lain: Rich Dad Poor Dad, Cashflow Quadrant, Rich Dad?s Guide to Investing. (Terjemahan Indonesia diterbitkan Gramedia). Menurutnya, apa arti ?miskin? tidak sama dengan biasa kita pahami, yaitu orang yang kekurangan, tidak memiliki apapun, atau hidup penuh penderitaan. Hal itu memang kemiskinan absolut. Bukan maksud tulisan ini untuk mempertentangkan antara kaya dan miskin, tetapi memberi pengertian supaya tidak menjadi miskin, apalagi miskin iman. Terlebih masyarakat Karo yang gemar melakukan pesta. Di Medan jambur paling banyak adalah milik orang Karo. Dari kebiasaan kita, sejak sebelum lahir hingga sesudah dihantar ke pemakaman berapa kali se-orang Karo kemungkinan melakukan acara pesta? Paling tidak, lebih dari sepuluh kali! Yang menjadi masalah adalah ?gelah mehaga utang pe labo dalih?. Sikap seperti ini yang perlu dikikis dari komunitas masyarakat Karo. Di masa datang, terutama di perkotaan sudah meninggalkan kebiasaan yang tidak cerdas dan tidak efisien baik dana dan waktu. Bagaimana dengan masyarakat kita menyikapi hal ini?


Menurut sudut pandang Kecerdasan Finansial yang membedakan orang menjadi miskin dan orang menjadi sejahtera (kaya) dilihat dari cara mereka menggunakan uang. Katanya, orang miskin biasanya menghabiskan uang untuk barang/hal yang mewah lebih dahulu (prioritas), sedangkan orang cerdas finansial membeli barang mewah kemudian, setelah fundamental keuangannya stabil. Di Indonesia, kartu kredit (utang) lebih laku ketimbang kartu debit. Lantas, bisa saja seorang yang memiliki mobil mewah atau perabotan yang mewah dikatakan ?miskin? dari sisi kecerdasan finansial, karena untuk memperoleh itu ia harus mengorbankan kebutuhan lain yang lebih mendasar misalnya pendidikan, kesehatan, spiritualitas/rohani. Apalagi dibeli dengan utang.


Mengapa mengejar kekayan? Bukankah orang miskin juga dicintai oleh Tuhan. Benar! Orang miskin dan kaya dicintai oleh Tuhan karena ketulusannyan seperti seorang janda miskin yang mempersembahkan sedikit uang atau Raja Salomo yang masyur. Bila orang miskin dicintai Tuhan tentu orang kaya juga dicintai Tuhan, sebab mereka bisa memberi makan orang miskin, menyekolahkan, atau memberi pekerjaan, mereka bisa berbuat lebih banyak lagi. Bill Gates pendiri Microsoft orang terkaya di dunia di usia 39 tahun, telah memberikan dana amal miliaran dollar (triliunan rupiah), ia memberikan donasi bagi yang kurang mampu, membangun yayasan dll. Mungkin sedikit berbeda dengan orang kaya di Indonesia, masih lebih suka mempertontonkan daripada memberi pertolongan. Namun saya percaya jemaat Tuhan juga bisa seperti Bill Gates.
Mengapa dalam agama perlu berbicara mengenai uang? Bukan berarti mengurangi pentingnya firman Tuhan, berdoa dan sebagainya. Sebab uang sebenarnya tidak bertentangan dengan spiritualitas. Memang uang dapat menjauhkan seseorang dari Tuhan, namun uang juga dapat bekerja sebaliknya, mendekatkan kita pada Tuhan. Uang bisa dimanfaatkan untuk membangun gereja, menyekolahkan pendeta, membagikan Alkitab gratis ke desa-desa, Pekabara Injil, mendirikan percetakan, membangun wisata rohani, dst. Dan pasti untuk hal tersebut uang tidak bertentangan dengan keagamaan, tetapi menjadi sarana untuk mencapai tujuan. Uang sama halnya dengan pisau, bila dipergunakan dengan benar seperti mengupas buah mangga akan menjadi hyginis daripada dikupas dengan mulut. Tetapi pisau juga bisa mencelakakan orang lain bila disalahgunakan.


Oleh karena itu pembangunan ekonomi jemaat juga cukup penting diperhatikan guna menopang kelangsungan jemaat Tuhan di kemudian hari. Sehingga peningkatan dalam bidang ekonomi dapat juga menopang perkembangan gereja dan meningkatkan kecerdasan spiritualitas anggota gereja.



* Mountain Sibayak

No comments: